Senin, 06 Juni 2011

PROTRUSI BIMAKSILER

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Protrusi bimaksiler merupakan salah satu maloklusi yang memperlihatkan inklinasi anterior yang berlebihan dari insisif rahang atas dan rahang bawah. Pasien dengan protrusi bimaksiler biasanya mengalami kesulitan menutup bibir dan gigi berdesakan serta profil wajah yang tidak estetik 1,2,3. Protrusi bimaksiler adalah salah satu maloklusi yang prevalensinya paling banyak di kawasan Asia. Variasi ras menentukan tingkatan dari protrusi gigi 1,4,5. Pada umumnya, wajah orang kulit hitam dan oriental lebih prominen dibanding kaukasoid. Penjelasan dari perbedaaan bentuk antar ras ini berhubungan dengan kontur dari jaringan lunak bibir yang relatif lebih prominen daripada tulang dagu yang menyebabkan protrusi pada sekelompok gigi1,3,4.
Orang dengan estetis wajah yang buruk pada umumnya mempunyai wajah yang relatif lebih cembung berdasarkan posisi anterior dari garis tengah wajah, termasuk giginya1. Beberapa literatur menyebutkan bahwa maloklusi dengan protrusi bimaksiler berhubungan dengan ukuran gigi yang besar dari normal. Posisi gigi dan profil wajah menunjukkan pola yang berbeda. Penemuan ini mengindikasikan bahwa faktor lain juga berhubungan dengan protrusi gigi selain ukuran gigi yang lebar. Berbagai faktor etiologi yang berhubungan dengan terbentuknya protrusi antara lain faktor keturunan, kebiasaan buruk seperti menghisap jempol atau jari dan bernafas lewat mulut1,3,4.
Keadaan gigi tersebut dapat mengganggu penampilan wajah seseorang. Pasien sering merasa rendah diri, minder dan enggan tersenyum, tapi yang paling penting adalah hubungannya dengan kesehatan. Gigi yang berdesakan menjadikannya sulit dibersihkan, sehingga karies cepat terbentuk dan dapat menimbulkan gingivitis maupun periodontitis. Maloklusi sedapat mungkin harus diperbaiki, bukan semata demi estetika, tapi juga kesehatan gigi1,2,4.


2 PROTRUSI BIMAKSILER

2.1 Definisi
Protrusi bimaksiler merupakan suatu kondisi yang ditandai protrusi atau bertambahnya inklinasi insisif rahang atas dan rahang bawah. Kondisi ini berakibat pada bibir yang tidak menutup sempurna pada profil wajah yang konvek1-3,5.

2.2 Diagnosis
Dignosis ditetapkan berdasarkan pertimbangan data hasil pemeriksaan secara sistematis. Penetapan diagnosis harus dilakukan dengan data diagnostik, antara lain; data pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan subyektif dan obyektif serta data pemeriksaan dan pengukuran pada model studi serta analisis sefalometri6,7,8.

2.2.1 Pemeriksaan klinis
Penegakan awal pada diagnosis protrusi bimaksiler dapat dilihat dengan mudah secara klinis. Secara klinis akan terlihat jarak yang jauh pada kedua bibir ketika posisi istirahat lip incompetence, yaitu adanya usaha yang berlebihan untuk mendapatkan penutupan kedua bibir yang ideal lip strain dan profil bibir yang prominen7.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mengamati hubungan rahang atas terhadap rahang bawah langsung pada pasien dengan bantuan seutas benang yang diberi pemberat. Pasien diamati dari lateral tegak lurus bidang sagital, sebagai acuan atau referensi dalam keadaan normal benang akan melewati permukaan labial gigi di daerah sepertiga bagian distal lebar mesiodistal gigi kaninus atas kanan dan kiri serta pada rahang bawah akan melewati daerah interdental gigi kaninus dan premolar pertama pada sisi distal kaninus bawah6.
Apabila bidang orbital pasien berada di distal posisi normal maka posisi maksila atau mandibula pasien didiagnosis protrusif, sedangkan pada sisi mesial posisi normal maksila atau mandibula didiagnosis retrusif. Posisi maksila dan madibula pasien dapat pula ditentukan dengan mengamati bagian depan maksila (Subnasale/Sn) dan bagian depan mandibula (Pogonion/Pog) terhadap bidang yang melalui titik Glabella (G) tegak lurus Frankfurt Horizontal Plane /FHP (G ⊥ FHP)
- Maksila normal : titik Sn berjarak 6 + 3 mm, protrusif >9 mm, retrusif < 3 mm - Mandibula normal : titik Pog.berjarak 0 + 4 mm, proturusif > 4 mm, retrusif < 0 mm/ negatif6. 2.2.2 Analisis model studi Posisi bidang orbital pada studi model dapat ditransfer dari hasil pengamatan langsung secara klinis seperti yang dilakukan pada pemeriksaan klinis. Pada model studi, posisi tersebut kemudian ditandai pada permukaan labial atau bukal dan tepi lateral kemudian model ditriming untuk membentuk sudut depan lateral6. Penentuan posisi maksila dan mandibula dapat dilakukan dengan menetapkan posisi bidang orbital pasien. Pada kondisi posisi bidang orbital pasien melewati daerah sepertiga distal permukaan labial gigi kaninus atas maka posisi maksila normal, bila berada didistalnya posisi maka maksila protrusif dan bila berada didepannya maksila retrusif6. Posisi mandibula ditetapkan dengan mengoklusikan model rahang atas dan rahang bawah secara sentrik. Posisi bidang orbital pasien pada gigi bawah diamati dan bila melewati daerah interdental gigi kaninus dan premolar pertama bawah tepat pada sisi distal gigi kaninus posisi mandibula normal, bila bidang orbital berada di distalnya posisi madibula protrusif dan bila berada didepannya posisi mandibula retrusif6. Pada pasien profil ortognatik posisi maksila dan mandibula berada pada posisi normal. Posisi maksila dan mandibula protrusif profil pasien bimaksiler prognatik dan bila keduanya retrusif profil pasien bimaksiler retrognatism6. Penentuan posisi bidang orbital bisa salah bila pengamatan profil pasien dari samping tidak tepat tegak lurus terhadap bidang sagital pasien. Penentuan diagnosis bisa salah apabila posisi gigi kaninus atas malposisi, bila gigi kaninus malposisi posisi normalnya nanti bisa ditetapkan pada pembuatan lengkung ideal yaitu pada posisi garis Simon yang telah ditandai pada model seperti yang dilakukan di atas6. 2.2.2 Analisis sefalometri Analisis sefalometri diperlukan untuk melakukan diagnosis dan perawatan. Radiografi ini sangat umum digunakan untuk mengevaluasi dan menganalisa pola jaringan lunak. Istilah sefalometri merupakan pengukuran ilmiah dari dimensi kompleks kranio fasial. Sefalometri digunakan untuk mengukur secara langsung dimensi kepala, dan wajah berdasarkan pola skeletal, dental dan jaringan lunak7. Sheikh A dan Ijaz A. Lip dalam penelitiannya menyatakan bahwa beberepa analisis sefalometri telah dilakukan dan dimodifikasi dari waktu ke waktu dan seperti analisis Tweed, analisi Steiners, analisis Ricketts, analisis Burstone, analisi Holdaway dan analisi Witts. Sefalometri menyediakan data untuk penelitian populasi pada individu yang sama dengan cross sectional maupun longitudional7. Variabilitas posisi bibir dapat dilihat dari lateral sefalometri dengan cara pasien diinstruksikan agar bibir dalam posisi istirahat dan giginya beroklusi. Hal ini dilakukan karena sifat bibir yang bergerak dengan mudah dan fleksibel. Ekstensi bibir dapat dengan mudah beradaptasi dengan perubahan insisif dan dapat menjadi lebih sempit ataupun lebih lebar tergantung mobilitas ekstensinya7. Protrusi bimaksiler berhubungan dengan posterior basis kranii yang pendek, maksila yang lebih panjang dan prognasi, pola skeletal klas II ringan, panjang wajah atas dan posterior yang lebih kecil, profil jaringan lunak yang ke anterior dengan garis bibir yang rendah. Garis bibir yang lebih tinggi dan sudut naso labial serta sudut labio mental, sangat berhubungan dengan pasien yang mengalami protrusi bimaksiler 7,8. Pada protrusi bimaksiler posisi rahang atas dan rahang bawah lebih ke anterior dalam hubungannya terhadap basis kranium. Pada sefalogram dengan analisis Sefalometrik Steiner hasil pengukuran sudut ANB > 2° (standar normal 2°)
• Analisis Steiner dengan mengukur besar6,8 :
- Sudut SNA (normal 82°) , >82° maksila protrusif , < 82° maksila retrusif - Sudut SNB (normal 80°) , > 80° mandibula protrusif, < 80° mandibula retrusif bila titik A jauh didepan titik B (>>2°/ positif) : klas II skeletal atau retrognatik,
bila titik A jauh di belakang titik B (<<2°/negatif ) : klas III skeletal/prognatik
Titik A. : titik sub spinal yaitu titik terdepan basis alveolaris maksila
N/Na. : titik Nasion yaitu titik terdepan sutura frontonasalis
B. : titik supra mentale yaitu titik terdepan basis alveolaris mandibularis6,8.

Gambaran klinis protrusi bimaksiler

Gambar 1. Inklinasi gigi anterior rahang atas dan rahang bawah yang bertambah pada kondisi protrusi bimaksiler 5


Gambaran sefalogram pada diagnosis protrusi bimaksiler

Gambar 2. Titik A. : titik sub spinal, N/Na. : titik Nasion, Or. : orbital, Po. : porion, Go. : gonion, Pg. : pogonion, Me: menton, PNS. : posterior nasal spine, ANS. : anterior nasal spine6,8.

2.3 Etiologi
Etiologi terjadinya protrusi bimaksiler sangat multifaktorial. Beberapa faktor yang berpengaruh adalah faktor genetik atau herediter dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan meliputi kebiasaan menghisap jari, bernafas lewat mulut, serta faktor genetik seperti volume lidah ataupun faktor skeletal5.

2.3.1 Faktor genetik
Herediter telah lama dikenal sebagai penyebab maloklusi. Asal genetik dapat menyebabkan penampilan gigi anak seperti orang tuanya. Kelainan pada umumnya belum dapat dilihat sampai umur 6 tahun setelah kelahiran, karena tumbuhnya gigi permanen dimulai pada umur 6 tahun6.

2.3.2 Kebiasaan menghisap jari atau jempol
Anak-anak biasanya mulai menghisap jempol pada usia 3 tahun – 4 tahun. Hal ini dikarenakan pada umur ini anak tidak mendapatkan ASI dari ibu sehingga mencari pengganti. Arah aplikasi tekanan terhadap gigi selama menghisap jempol dapat menyebabkan insisif maksila terdorong ke labial, sementara otot bukal mendesak segmen leteral dari lengkung dental. Hal ini menyebabkan kondisi protrusi pada anak6.

2.3.3 Bernafas lewat mulut
Kebiasaan ini biasanya terjadi karena gangguan saluran nafas yaitu hidung. Gangguan ini menyebabkan anak merasa nyaman bernafas melalui mulut. Kebiasaan ini menyebabkan lengkung gigi dan rahang menyempit serta cembung ke arah anterior sehingga terjadi keadaan protrusi6.

2.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ortodontik dibagi tiga bagian perawatan yaitu (1) perawatan preventif yang dilakukan pada saat terlihat adanya kondisi abnormal yang terlihat pada mulut; (2) perawatan korektif yang dilakukan pada saat indikasi dan manifestasi maloklusi sudah nampak; (3) pemeliharaan pasca perawatan yang dilakukan untuk mencegah relaps pada perawatan9.

2.4.1 Perawatan preventif
Perawatan preventif dilakukan pada saat kondisi abnormal pada mulut mulai terlihat. Hal yang terpenting adalah kesadaran dari orang tua jika beberapa hal abnormal terjadi dan edukasi orang tua untuk mencegah berlanjutnya kebiasaan buruk yang terjadi pada anak.
Anak membutuhkan latihan bagaimana bernafas dengan normal meskipun tidak ada malformasi jaringan seperti deformasi tulang rahang, bibir atas yang pendek dan bibir bawah yang tidak berfungsi dengan baik. Anak-anak dengan kebiasaan bernafas melalui mulut dapat dicegah dengan pemakaian oral screen. Kondisi bernafas lewat mulut harus diketahui faktor penyebabnya sehingga kebiasaan ini bisa dihentikan9,10.

2.4.2 Perawatan korektif
Perawatan korektif pada kelainan protrusi bimaksiler didasarkan pada analisis lengkap yang dilakukan sesuai dengan kondisi dan detail maloklusi yang ada. Perawatan dilakukan berdasarkan analisis sefalometri, dental x-ray, foto, dan model studi. Secara garis besar tujuan perawatan protrusi bimaksiler adalah untuk; meluruskan lengkung, mengkoreksi rotasi, meretraksi dan meluruskan gigi anterior, memelihara hubungan klas I kaninus dan molar dengan penjangkaran yang maksimal, mendapatkan tuntunan kaninus dan molar, mendapatkan garis tengah dental dan fasial, mendapatkan overbite dan overjet yang sesuai, meningkatakan kondisi gingiva, meningkatkan profil keseimbangan dan estetis wajah5,8,11. Alternatif perawatan pada kondisi protrusi bimaksiler terdiri dari perawatan ortodontik, perawatan kombinasi (bedah ortognatik dan ortodontik) dan bedah ortognatik.
A. Perawatan ortodontik
Pilihan perawatan ini membutuhkan tingkat kooperatif yang tinggi dari pasien. Rencana perawatannya termasuk pencabutan premolar pertama rahang atas dan rahang bawah selanjutnya dipasangkan alat ortodontik. Perawatan dengan cara ortodontik pada kasus protrusi bimaksiler bisa mendapatkan hasil yang maksimal jika; (a) hubungan skeletal normal-jika hubungan skeletal tidak normal maka kombinasi perawatan bedah ortognati dan perawatan ortodontik seharusnya dilakukan untuk mendapatkan hasil perawatan yang maksimal, (b) pola wajah yang umum, (c) orang dewasa dengan kemungkinan pertumbuhan yang kecil12.
Perawatan ortodontik ini memerlukan komunikasi dengan pasien untuk mengurangi resiko yang lebih buruk dan untuk mencegah relapsnya perawatan. Selain itu, faktor penyebab yang terjadi harus dihentikan seperti menghisap jari dan bernafas lewat mulut sehingga tidak terjadi relaps12.
B. Kombinasi bedah ortognatik dan ortodontik
Perawatan ortodontik sering menimbulkan banyak kelemahan, terutama pada pasien dengan permasalahan jaringan periodontal. Perawatan ortodontik biasanya memerlukan penutupan space dari gigi yang diekstrasi yang menyebabkan resorbsi tulang dan akar gigi. Sebagai konsekuensinya klinisi biasanya mengurangi waktu perawatan yang lama atau pergerakan gigi yang sulit dengan tujuan untuk mengurangi resiko diatas. Salah satu jalan untuk mengurangi resiko diatas adalah menggunakan segmental osteotomi. Prosedur ini akan mengurangi pergerakan gigi dan mengurangi waktu perawatan, namun perawatan bedah juga menimbulkan resiko kehilangan vitalitas gigi14.
Kombinasi bedah dan perawatan ortodontik dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu (1) menggunakan osteotomi segmental maksila dan mandibula untuk meretraksi gigi dan perawatan ortodontik untuk koreksi maloklusi ringan (2) menggunakan perawatan ortodontik untuk meluruskan dan meretraksi lengkung mandibula dan melanjutkan osteotomi untuk meretraksi gigi rahang atas13.
Hal lain yang bisa dilakukan dengan kombinasi kedua perawatan ini adalah menghilangkan premolar rahang atas dan rahang bawah. Perawatan ortodontik dengan kasus yang lebih sulit memerlukan kortikotomi - perawatan ortodontik yang difasilitasi untuk pergerakan blok tulang dengan gigi. Kortikotomi dilakukan untuk mengurangi suatu blok tulang sekitar anterior rahang atas dan meretraksi anterior rahang bawah dengan segmental osteotomi dibawah anestesi. Menggunakan retraktor lingual C dan plate C pada maksila sebagai penjangkaran cekat8,14.
Selama perawatan aktif kortikotomi tidak terdapat kerusakan periodontal, seperti resesi gingiva atau hilangnya vitalitas gigi, sedangkan pada pemeriksaan sefalogram tidak terdapat kerusakan tulang alveolar serta resorbsi tulang dengan perawatan. Perawatan ortodontik dengan kortikotomi memperpendek masa perawatan. Berdasarkan penelitian sebelumnya waktu total perawatan ortodontik dengan kortikotomi hanya sepertiga atau seperempat waktu dibanding dengan ortodontik konvensional8.
Kecepatan pergerakan gigi berhubungan dengan metabolisme dan densitas tulang. Pergerakan gigi remaja lebih cepat dibanding dengan dewasa serta lebih responsif karena tingkat mediator pada usia muda lebih cepat dibanding orang dewasa pada pergerakan awal gigi. Osteoklas dan osteoblas meningkat setelah fraktur dan bedah seperti osteotomi, bone grafting dan bone healing yang terakselerasi. Kortikotomi, perawatan ortodontik terfasilitasi dengan titanium mini plates dapat menjadi metode efektif untuk penjangkaran maksimal pada pasien dewasa yang menginginkan perawatan ortodontik yang cepat8.
Dengan perkembangan teknik bedah ortognatik, pasien dengan protrusi bimaksiler dapat diuntungkan dengan kombinasi dari bedah dan perawatan ortodontik. Keuntungan utama pendekatan ini adalah; a. Segmen anterior dapat direposisi secara vertikal dan horizontal ketika dilakukan bedah. b. Keharusan dari tingkat kooperatif pasien bisa dikurangi c. Waktu yang diperlukan dalam seluruh perawatan bisa dikurangi. d. Kestabilan oklusi setelah perawatan bisa tercapai e. Augmentasi genioplasti dapat dilakukan bersamaan dengan retraksi13.
C. Bedah ortognatik
Bedah diperlukan berdasar analisis dasar dari wajah dan derajat protrusi. Prosedur bedah ortognati meliputi menghilangkan keempat gigi premolar dan melakukan anterior segmental osteotomi pada kedua lengkung untuk mempengaruhi retraksi secara bedah dibawah anestesi umum. Umur ideal untuk dilaksanakannya bedah ortognatik adalah setelah periode pertumbuhan selasai. Periode pertumbuhan selesai yaitu umur 18 tahun untuk perempuan dan umur 20 tahun untuk laki-laki10.
Bedah ortognati diperlukan pada kondisi10 :
a. Secara analisis, protrusi terjadi oleh karena tulang alveolar (tipe skeletal)
b. Kondisi gingiva yang tidak memungkinkan untuk dilakukan perawatan ortodontik biasa.
c. Jika protrusi harus terkoreksi dalam jangka waktu yang singkat
d. Derajat protrusi lebih dari 4mm
e. Gingiva yang terlihat terlalu banyak pada saat tersenyum.
Bedah untuk protrusi bimaksiler sering disebut dengan ASO (Anterior Segmental Osteotomy). Bedah ASO termasuk ekstraksi gigi yang lebih posterior dari kaninus, tulang alveolar pada spasia ini dihilangkan dan secara keseluruhan tulang alveolar dan giginya diretraksi13.
Teknik bedah untuk protrusi bimaksiler yang lain adalah two-jaw surgery. Teknik bedah ini dilakukan jika bedah ASO tidak bisa dilaksanakan karena ekstraksi gigi dilakukan pada usia muda, dan derajat protrusi gigi tidak terlalu parah. Teknik ini merupakan prosedur bedah yang dilakukan pada maksila untuk memperpendek sehingga dapat mengkoreksi protrusi maksila. Metode ini juga untuk mengkoreksi kelebihan sisi vertikal maksila, gummy smile atau sebagian besar gingiva terlihat saat tersenyum. Insisi dilakukan didalam mulut kemudian maksila diturunkan dan kelebihan tulang dihilangkan. Setelah reposisi rahang, tulang rahang disatukan dan disambung dengan kawat dan dijahit dengan benang absorbable. Alasan lain untuk melakukan bedah dengan teknik ini yaitu ketika rahang bawah protrusi dan wajah yang panjang15.

2.4.3 Pemeliharaan pasca perawatan
Pada penatalaksanaan pasien dengan protrusi bimaksiler, setelah fase perawatan aktif korektif, maka tahapan selanjutnya adalah pemeliharaan post perawatan atau fase pasif retentive. Setelah koreksi maloklusi dilakukan sesuai dengan rencana perawatannya, maka untuk mencegah terjadinya relaps dibutuhkan waktu untuk fase pasif retentive. Penggunaan alat dan jenis serta lama waktunya tergantung pada jenis perawatan yang dilakukan. Pada perawatan ortodontik tunggal dibutuhkan alat retainer yang dipakai minimal 6 bulan dan selanjutnya dilakukan evaluasi untuk memastikan keseluruhan perawatan telah selesai. Pada perawatan dengan bedah ortognatik waktu pemeliharaan adalah waktu yang diperlukan sampai proses healing selesai minimal 6 bulan 2,14,16.


3 KESIMPULAN
1. Protrusi bimaksiler merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan bertambahnya inklinasi insisif rahang atas dan rahang bawah.
2. Perawatan pada protrusi bimaksiler antara lain perawatan ortodonti, kombinasi bedah ortognati dan ortodonsi, dan perawatan bedah ortognati.


DAFTAR PUSTAKA

1. Min KS, Jae HK, Jin HC, et al. What determines dental protrusion or crowding while both malocclusions are caused by large tooth size?. Korean J Orthod 2009;39:330-36.
2. Al-moddather M, El-hadidy. Premolar maxillary set back osteotomy: long term result the department of plastic surgery unit. Egypt, J. Plast. Reconstr. Surg 2005; 29: 105-11.
3. Hariyanto E. Rapikan Susunan Gigi Anda. http://fkg-unhas.blogspot.com/2008/12/rapikan-susunan-gigi-anda.html. 2008. [27 Maret 2010:19.45]
4. Ouyang L, Zhou Y, Fu M, et al. Case report extraction treatment of an adult patient with severe bialveolar dentoalveolar protrusion using microscrew anchorage. Chin Med J 2007;120:1732-36.
5. Alam MK. Bimaxillary proclination with spacing: treatment for esthetic improvement. Bangladesh Journal Of Medical Science 2009;8:129-34.
6. Ardhana W. Diagnosis Orthodontik.Jogjakarta, Fakultas Kedokteran Gigi UGM. 2010.
7. Sheikh A dan Ijaz A. Lip morphology in bimaxillary dentoalveolar protrusion in class I and class II adults. Pakistan Oral & Dental Journal 2009;29:261-68.
8. Lino S, Sakoda S, Miyawaki S. An adult bimaxillary protrusion treated with corticotomy facilitated orthodontics and titanium miniplates. Angle Orthodontist 2006;76:1074-82.
9. Salzmann JA. Orthodontics principles and prevention. London, J.B Lippincott Company. 1957.
10. Strang L dan Thompson M. Text book of orthodontic. Toronto, C.V. Mosby.1979
11. Seong HK, Kye-BL, Kyu RC et al. Severe bimaxillary protrusion with adult periodontitis treated by corticotomy and compression osteogenesis. Korean J Orthod 2009;39(1):54-65.
12. Hui CC, Si HL, Hong PC.Orthodontic treatment of bimaxillary protrusion using traditional anchorage control. J. Taiwan Assoc. Orthod. 2005; 17:44-50
13. Yan SW, Chan SK, Wong WKR. Treatment of bimaxillary protrusion by combined surgico-orthodontic approach case report. Hong Kong. Int J 2006; 9: 94-100
14. Uribe F dan Nanda R. Treatment of bimaxillary protrusion using fiber-reinforced composite. Journal of Clinical Orthodontic 2007;41(1):27-32.
15. Ben CAU dan Alfred LAU. The Planning of Orthognathic Surgery -The Digital Era. Dental Buletin. The Hongkong Medical Diary 2009;14:11-14
16. De Leon EJG. Treatment of class I bimaxillary protrusion.The Philippine Journal Of Orthodontics 2005;(1):1-6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar