Kamis, 02 Juli 2015

'Tidak tau rasanya tambal gigi" : Ibu' yang Paling Berperan


Ceritanya habis baca buku Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry , lebih khususnya diagram diatas, malam ini, jadi mikir dan mengevaluasi factor factor yang Alhamdulillah membuat gigi saya bisa untuh tanpa lubah sampai sekarang. So, sampai sekarang, saya belum pernah jadi pasien tambal gigi. Terus terang, tidak tau rasanya di bur ataupun ditambal gigi. Klau rasanya di suntik bius, pencabutan pencegahan dan operasi odontektomi mah udah lebih dari sekali.
Alhamdulillah, untuk kesehatan gigi mulut, saya harus banyak berterimakasih dengan ibu saya (dalam kasus saya Bapak tidak banyak berperan) yang menanamkan pola makan dan disiplin yang kuat di masa kecil saya. Terutama sampai SD yang akhirnya saya bawa sampai sekarang ini.  
Pembentukan kebiasaan dari kecil yang berpengaruh pada utuhnya gigi saya sampai sekarang yang pertama adalah ‘no jajan’. Ibu adalah orang yang cukup disiplin dalam hal ini dan pengorbanan nya untuk itu juga sangat besar. Ketika SD, tidak ada uang jajan selain hari olahraga atau jika ada kunjungan ke sekolah lain. Mungkin karena sekolah SD saya cukup dekat 200-300m dari rumah, jadinya kata ibu, ‘klau lapar ya pulang’.
Namun, sebelum berangkat sekolah kami harus sarapan, dan sarapan nya pun sarapan besar, lengkap dengan nasi, sayur dan lauk. Untuk menyiapkan sarapan itu, tidak ada kamus ‘tidur setelah shubuh’ di hidup ibu saya. Karena setelah sholat shubuh, beliau akan memasak, memastikan anak2 nya menghabiskan sarapan dan siap berangkat ke sekolah.  Setelah pulang dari sekolah di siang hari, kami akan makan siang dengan kenyang dilanjutkan ke madrasah sampai sore, dan itu juga tanpa uang jajan. 
Kebiasaan ini lah yang jika diruntut membuat saya tidak terekspose dengan banyak gula diluar jam makan. Yang berati karbo atau gula di makanan yang menempel di gigi tidak terus terusan ada di gigi saya. Yang akibatnya, bakteri pun tidak terus terusan mengolah makanan dan membuat gigi saya asam dan berlanjut ke keropos. Karena tidak dibiasakan snacking (ngemil) dengan jajan diluar jam makan, jadi nya saya tidak terbiasa dengan jajanan anak yang cenderung manis termasuk dalam hal ini permen atau cookies. Dan memang sampai sekarang, saya jarang sekali makan permen, sy mengagumi bentuknya yang lucu, tapi tidak tertarik sama sekali untuk memakannya.
Ibu seingat saya juga jarang memberikan hadiah atau menenangkan nangis anak anaknya dengan permen atau jajan (untuk yang ini seingat saya). Hadiah jika saya melakukan hal positif adalah buku atau jalan jalan (dan ini pun kebawa sampai sekarang). Kebiasaan tidak memberi uang jajan dengan leluasi ni juga yang ternyata setelah saya runtut melindungi saya dari banyak penyakit akibat jajanan yang tidak sehat diluar sana. Kebiasaan ini juga yang setelah sy evaluasi mungkin yang membuat berat badan saya stabil dari SMA sampai sekarang.
Hebatnya dari didikan ibu waktu itu adalah, menjadikan hari minggu sebagai waktu jajan. JIka anda pernah meliat salah satu cara diet adalah adanya satu hari dalam 1 minggu, yg disebut ‘cheating day’. Istilah dimana dalam 1 hari itu pelaku diet boleh makan apa aja yang diiginkan, dan kembali ke pola makan sehat di hari berikutnya. Ternyata ibu saya pun melakukan itu ketika saya kecil. Setiap hari minggu, kami ikut ibu ke pasar dan toko dan boleh jajan apa aja yang kami mau dengan pengawasan Ibu tentunya. Baru saya sadari, jika hal ini adalah cara bagaimana ibu mencoba untuk sepenuhnya mengawasi dan memastikan pola diet anak anak nya.  Di sekolah, ibu tidak bisa melihat langsung makanan apa yang saya makan, berbeda dengan hari Minggu yang beli jajan nya dengan ibu. Dia bisa memastikan jenis makanan yang dimakan anak anak nya. Beliau pun juga sering berkata, ‘Kamu pengen jajan apa di sekolah?, Nanti ibu buatkan. Kamu ntar bisa makan sepuasnya, tapi tidak boleh jajan di sekolah’. Dan suatu hari saya cerita ada tukang ‘pentol/cilok’ di sekolah, besoknya ibu buatkan pentol/cilok sebaskom. Yang pasti makanan buatan sendiri lebih sehat, karena ibu sendiri yang mengkontrol komposisinya. Dan banyak jajanan lain yang juga dibuat ibu sendiri dirumah.
Kebiasaaan ibu memberikan sayur dalam setiap menu makanan keluarga memjadikan saya fans sayur, terutama bayam. Kalau saya bingung sayur ketika makan, bukan karena saya sadar sayur bagus untuk kesehatan, tapi karena ibu membiasakan makan sayur dari kecil dan sekarang jadi aneh jika makan tanpa sayur.  Ibu lah yang mengatur menu, memasak dan menyiapkan makanan dirumah. Pada dasarnya, kebiasaan dan pola diet saya banyak diperankan oleh bagaimana ibu yang mengajarkan pola tersebut dari kecil. Saya bersyukur, mungkin karena ibu juga berprofesi sebagai guru, yang sedikit banyak punya pengetahuan tentang hal tersebut. Namun, Alhamdulillah, apapun teorinya, ibu adalah orang yang dengan semua energy dan pengorbanannya bisa mempraktekkan teori tersebut ke anak anak nya. 
(Tears are falling and I think I need to stop now….Ibu, kau adalah perempuan cerdas dan hebat).


Selasa, 09 Juni 2015

"Malam Kedua Bayi", nasihat indah dari Rumah Sakit


Untuk kali ini, cerita datang dari mba Heny, tentang lembar kertas yang diterimanya dari perawat/bidan, pagi hari setelah malam kedua bersama baby Queen.  Tepatnya ketika melahirkan di Royal Brisbane Women Hospital (RBWH), RSUD nya Brisbane yang letaknya tidak jauh dr tempat saya tinggal. Di RBWH, baby akan selalu bersama ibu, semenjak dilahirkan sampai pulang kerumah (alias rawat gabung). Yang luar biasa, ketika malam hari ibu tidak boleh ditemani siapapun, termasuk suami (apalagi gelar tikar diluar ruangan J). Ibu hanya akan bersama dengan bayi dan perawat/bidan jaga yang siap dipanggil kapanpun diperlukan. 
Lembar kertas yang dengan kata kata indah menceritakan kenapa sejak malam kedua dan beberapa minggu kemudian si bayi tidak bisa lepas dari ibu nya. Bayi yang akan menangis jika sedikit saja dilepas. Betapa air susu tidak lancar diawal itu normal bagi sang ibu. Nasihat ..yang jika saya baca jadi haru. Berfikir, betapa kasihan si bayi jika harus dirawat pisah dengan sang ibu, dia menangis sendirian di malam hari. Atau mungkin jika dia bisa berkata, ingin dipeluk ibu nya bukan orang lain ketika melalui hari hari pertama nya di dunia ini. 
Saya berdoa dan berharap semoga kelak RSUD di Indonesia bisa memberikan itu juga. Perawat/bidan menanyakan kabar ibu nya dipagi hari kemudian memberikan kertas yang bertuliskan kata kata indah itu. Memberi semangat, percaya diri, kasih sayang dan ketenangan. (translate nya menyusul) 

Letter love for a new mom from hospital
You've made it through your first 24 hours as a new mom. Maybe you have other children, but you are a new mom all over again.. and now it is your baby's second night.
All of a sudden, your little one discovers that he/she is no longer back in the warm and comfortable -albeit a bit crowded- womb where he/she has spent the last 8 1/2-9 months- and it is SCARY out here! He/she isn't hearing your familiar heartbeat, the swooshing of your placental arteries, the soothing sound of your lungs or the comforting gurgling if your intestines. Instead, he/she is in a crib, swaddled in a diaper, a tee-shirt, a hat and a blanket. All sorts of people have been handling him/her, and he/she not yet become accustomed to the new noises, lights, sounds and smells. He/she has found one thing though, and that's his/her voice.. and you find that each time you take him/her off the breast where he/she comfortably drifted off to sleep, and put him in the bassinet - he/she protests, loudly!
In fact, each time you put him/her back on the breast he/she nurses for a little bit and than goes to sleep. As you take him/her off and put him/her back to bed - he cries again... and starts rooting around, looking for you. This goes on - seemingly for hours. A lot of moms are convinced it is because their milk isn't "in" yet, and the baby is starving. However, it isn't that, but the baby's sudden awaking to the fact that the most comforting and comfortable place for him/her to be is at the breast. It's the closest to "home" he/she can get. It seems that this is pretty universal amoung babies - lacation consulatants all over the world have noticed the same thing.
So what do you do? When he/she drifts off to sleep at the breast after a good feed, break the suction and slide your nipple out of his.her mouth. Don't move him/her except to pillow his/her head more comfortably on your breast. Don't try and burp him/her - just snuggle with him/her until he/she falls into a deep sleep where he/she won't be disturbed by being moved. Babies go into a light sleep state (REM) at first, and then cycle in and out of REM and deep sleep about every 1/2 hour or so. If he/she starts to root and act as though he/she wants to go back to the breast, that's fine... then is his/her way of settling and comforting.
Another helpful hint... his/her hands were his/her best friends in utero... he could suck on his/her thumb or his/her fingers anytime he/she was the slightest bit distrubed or uncomfortable. And all of a suddent he/she has had them taken away from him/her and someone has put mittens on him/her! He/she has no way of soothing himself/herself with those mittens on. Babies need to touch - to feel- and even touch his/her way on your breast will increase your oxytocin levels which will help boost your milk supply! So take the mittens off and loosen his/her blanket so he/she can get to his/her hands. He/she might scratch himself/herself, but it will heal very rapidly -  after all, he/she had fingernails when he/she was inside you, and no one put mittens on him/her then!
By the way - this might happen every once in a while at home too, particularly if you've changed his/her environment such as going to th doctor, to church, to the mall, or to the grandparents! don't let it throw you - sometimes babies just need some extra snuggling at the breast, because for the baby, the breast is "home."

Selasa, 31 Desember 2013

Vivisection to Save Human Life



Vivisection is a controversial topic to discuss in health-related experiments. There are many arguments regarding the animals  used in this medical testing method. It is important that vivisection should be used in medical experiments, although there are other opinions against this procedure.
There are opinions expressing disagreement using vivisection to test medicine. It is because there is no certainty of using vivisection as a sustainable technique to discover cures. In clinical trials, 90% percent of medicines successfully tested by vivisection fail for humans because there are many different body functions between humans and animals. Furthermore, there is alternative research method to find a cure such as applying  the similar species' cells, tissues and organs like adult stem cells which provide no complications or problems   associated with tissue rejection. In addition, vivisection  wastes an overwhelming amount of money every year just to make low-grade medicine.
However, there are also many arguments to support vivisection to be used to discover  medical treatment. Firstly, there are very limited choices of animal experiments and vivisection is one of them which is essential in scientific advance is completed. There would be no cures, or new surgical method, cancer drugs or effective antibiotic if scientists took no advantage of animals in laboratories. Moreover, scientists treat animals like humans and practice  an appropriate method to conduct vivisection and there are no animals being hurt throughout the research.  For example, animal surgery is carried out by very qualified scientists  using anesthetics just like human procedures. This procedure is performed under  government supervision according to animal welfare laws and there are no endangered animals  used, only animals with a large-scale population such as mice, rabbits and frogs.
Although there are many opinions against vivisection as a research procedure to find better medical treatment, there are also many arguments to support this experiment method.  Based on the supporting arguments showed, vivisection should be used for medical experiments.

Girls-only School is The Best Model of Education

The issue of the best school system for children is a very interesting topic to discuss. There are many opinions and research on whether co-education or single-sex education such as girls-only schools is a better model of school system. This essay will explain the reasons why  girls-only school is the best.
Research shows that students who have academic problems are more successful in the study and exams if they go to girls-only schools. For instance, a comparison study  between 71,286 girls-only school students and 647,942 co-education students showed that students of girls-only schools did  much better on exams than co-education with 20% of the students did worse. The academic approach in girls-only schools is better in improving girls confidence. Girls can be excellent in anything and no body would complain when girls like boys lessons.
Moreover, there are many dissimilarities between boys and girls. Girls differ in the way of study such as they have a propensity to study in silence while boys are more energetic and dynamic. Girls also differ in the stage of maturity and enjoy different things from boys. Furthermore, girls are often controlled  by boys. For example, in  science classes where girls just record the result of the experiments and boys take the power on the practical side in experiments.
In addition, girls-only schools can reduce peer sexual harassment that commonly happens to girls. It might be correlated with the high interaction between girls and boys in co-education schools that could be a trigger to boys to harass girls in many forms. For example, in April 2013, there were 5 elementary school boys in South Sulawesi who sexually harassed their peer. In girls-only school, girls would be more protected from the risk of sexual harassment.
In conclusion, based on the research and ideas that boys and girls are different and require a distinctive approach in the teaching process and considering the risk of sexual harassment that might happen in co-education system, single-sex education is the best school system.

Jumat, 10 Juni 2011

ALTERNATIF PERAWATAN UNTUK KEHILANGAN SATU GIGI

a. Gigi tiruan cekat (gigi tiruan jembatan)
Gigi tiruan ini dilekatkan di dalam mulut secara permanen dengan semen khusus dan lebih sering disebut sebagai jembatan. Gigi tiruan ini terdiri dari pontik, yaitu pengganti gigi yang hilang serta penyangga. Penyangga gigi tiruan ini menggunakan gigi asli disebelahnya yang masih ada yang disebut Abuntment, dengan cara mengurangi gigi asli tersebut dengan bentuk seperti untuk membuat mahkota atau jaket (ekstrakoronal) atau intarakoronal. Kemudian mahkota untuk gigi penyangga disambungkan pada gigi yang diganti dengan konektor (Shillingburg, dkk., 1997:1).

Gambar 1. Gigi Tiruan Jembatan
b. Gigi tiruan sebagian lepasan
Gigi tiruan lepasan ini mudah dipasang dan dilepas oleh pasien. Gigi tiruan sebagian biasanya terdiri dari elemen, basis dan konektor. Elemen gigi tiruan adalah elemen yang dibuat untuk menggantikan gigi asli yang hilang. Yang dimaksud dengan basis atau sadel adalah bagian protesa yang berhadapan dengan jaringan lunak mulut bawahnya. Selain berfungsi untuk memperbaiki kontur jaringan sehingga kemebali seperti asalanya basis juga merupakan tempat bagi elemen gigi tiruan dan menerima dukungan dari gigi pendukung dan atau jaringan sisa tulang alveolar.
Penahan (retainer) adalah bagian dalam gigi tiruan, baik yang berbentuk cengkeram (clasp) maupun kaitan (attachment) maupun alat-alat lain yang digunakan untuk mendapatkan stabilitas atau fiksasi dari gigi tiruan. Semua bagian gigi tiruan ini digabungkan mnejadi satu kesatuan oleh suatu konektor (Suryatenggara dkk., 1991:15-17).

- Gigi tiruan akrilik
Gigi tiruan akrilik merupakan gigi tiruan yang paling sering dan umum dibuat pada saat ini. Bahan akrilik manipulasinya mudah, murah, ringan dan bisa dibuat berwarna sesuai dengan gigi asli dan gingiva. Akrilik mudah menyerap cairan dan juga mudah kehilangan komponen airnya. Akrilik mudah terpengaruh perubahan warna, seperti warna makanan atau minuman. Akrilik juga mudah mengalami keausan, sehingga dengan pemakaian normal pun, dalam beberapa tahun gigi tiruan jenis ini harus diganti (Rikmasari, 2009).

Gambar 2. Gigi Tiruan Akrilik

- Gigi tiruan kerangka logam
Gigi tiruan ini terdiri dari basis gigi tiruan dari logam sedang elemennya dari akrilik atau porselen. Karena bahan logam cukup kuat, basis gigi tiruan kerangka logam dapat dibuat lebih tipis dan lebih kecil sehingga pemakai akan lebih nyaman. Kontak lidah dengan langit-langit tidak terlalu terganggu. Basis yang terbuat dari logam ini, tidak terganggu oleh keadaan cairan atau makanan di dalam rongga mulut, yang terpengaruh hanya bagian gigi tiruannya (elemen) (Rikmasari, 2009).

- Gigi tiruan porselen
Untuk mengurangi keausan akrilik ini maka gigi tiruan lepasan dapat dikombinasi dengan porselen. Landasan gigi tiruan dengan akrilik dan anasir dapat digunakan bahan porselen.

- Gigi tiruan valplast
Valplast adalah nylon thermoplastic yang lebih tipis dan lebih translusen dari pada akrilik. Penggunaan vaslplast tidak memerlukan logam atau kawat retensi dan tetap kuat seta fleksibel. Gigi tiruan ini tidak dianjurkan untuk kasus free end saddle karena sifatnya tidak stabil. Selain itu untuk pasien dengan kebersihan mulut yang buruk penggunaan valplast akan akan meyebabkan valplast berubah warna




Gambar 3. Gigi Tiruan valplast
c. Gigi tiruan resin bonded
Gigi tiruan jenis ini diperkenalkan oleh Rochette sebagi alternatif dari gigi tiruan cekat sebelumnya. Teknik ini menawarkan metode yang lebih konservatif dengan preparasi gigi penyangga terbatas hanya pada sisi lingual. Dengan teknik ini keinginan untuk mempertahankan sebanyak mungkin jaringan yang sehat bisa tercapai . Keuntungan yang lain dari teknik ini adalah waktu perawatan yang leibih singkat. Gigi tiruan ini pada regio posterior tidak diindikasikan bila mahkota klinis gigi pendek dan hubungan oklusal gigi tidak menguntungkan (Hebel dkk, 2000).
Gigi tiruan ini menggunakan prinsip ikatan resin pada enmel. Resin komposit dapat melekat erat pada enamel yang telah mengalami pengetsaan dengan cairan asam fosfat. Enamel yang telah dietsa akan mengalami dekalsifikasi terbatas yang menyebabkan terjadinya pori-pori dalam lapisan enamel. Pori-pori ini akan dimasuki resin komposit yang terikat secara mekanik membentuk resin tag.
Prinsip pautan antara enamel dan resin komposit tersebut telah dimanfaatkan dalam perawatan jembatan untuk melekatkan jembatan pada enamel. Karena enamel merupakan unsur penting maka dalam preparasi gigi penyangga harus terdapat sisa email yang cukup untuk memegang resin kompositnya (Prajitno, 1994 : 147-148).


Gambar 4. Gigi tiruan resin bonded
d. Implan
Implan adalah sekrup dari logam titanium yang ditempatkan langsung didalam tulang pada area gigi yang hilang. Saat impant menyatu dengan tulang maka akan berfungsi sebagai akar dari gigi yang hilang tersebut. Mahkota kemudian dapat dibuat untuk disesuaikan dengan implan. Terdapat dua hal penting selain kesehatan umum pasien saat pemilihan implan sebagai tindakan perawatan. Pertama apakah terdapat cukup tulang untuk tempat implan dan kedua apakah akar gigi disampingnya mempunyai kemiringan kearah dimana implan akan ditempatkan (Gray, 2009).
Teknologi ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu, (1) gigi yang tersisa bisa tetap sehat karena tidak memerlukan preparasi pada gigi; (2) secara psikologi pasien akan merasa puas; (3) menurunkan resiko gigi berlubang; (4) menurunkan resiko gigi mengalami kerusakan endodontik; (5) meningkatkan kesehatan gigi; (6) menurunkan resiko sensitivitas gigi; (7) meningkatkan estetis gigi; (8) mempertahankan tulang pada daerah edentulous (Misch, 1999:87).

Gambar 5. Implan

DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, K.J. 2004. Phillips:Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC.

El-Mowafy, O. 2008. Gingival Response to Crowns: A Counterpoint. JCDA November 2008, Vol. 74, No. 9

Gray, B.J. 2009. Treatment Alternatives for a Single Missing Front Tooth. http://www.smiledc.com/articles/Cosmetic. [12 desember 2009]

Gunadi, A.H., dkk., 1995. Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan jilid II. Jakarta: Hipokrates.

Hebel, K., dkk. 2000. Single-Tooth Replacement: Bridge vs. Implant-Supported Restoration. J Can Dent Assoc 2000; 66:435-8.

Indriyanti, R. 2009. Mahkota Baja Nirkarat (Stainless Steel Crown) pada Gigi Sulung; Tinjauan Korosi dan Inflamasi. http://pustaka.unpad.ac.id/archives/24731/.[16 Desember 2009]

Li, W., dkk. 2004. Fibre reinforced composite dental bridge Part I: experimental investigation. Biomaterials 25 (2004) 4987–4993.

Misch, C. E. 1999. Endosteal Implants for Posterior Single Tooth Replacement: Alternatives, Indications, Contraindications, and Limitations. Journal of Oral Implantology. Vol. XXV/No. Two/1999.

Prajitno, H.R. 1994. Ilmu Geligi Tiruan Jembatan:pengetahuan dasar dan rancangan pembuatan. Jakarta : EGC.

Rikmasari, R. 2009. Pilih Gigi Palsu Sesuai Kondisi Anda. http://www.pdgi-online.com/v2/index.php. [12 desember 2009].

Rosenstiel dkk. 2001.Contemporary Fixed Prosthodontics 3rd ed. Missouri: Mosby :95
Shillingburg, H.T., dkk. 1997.Fundamentals of fixed prosthodontics 3rd ed. Illinois : Quintessence Publishing.
Strassler,H.E., dkk. 2009. Fiber Reinforcement for One-Visit Single-Tooth Replacement. www.dentistrytoday.net/ME2/dirmod.asp.[12 desember 2009]

Suryatenggara, F., dkk., 1991. Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan jilid I. Jakarta : Hipokrates.

Kamis, 09 Juni 2011

ANESTESI LOKAL DI RONGGA MULUT

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawatan gigi dan mulut adalah suatu bagian yang penting dalam proses menjaga kesehatan anak sejak dini. Perawatan yang diberikan dokter gigi harus mempertimbangkan perasaan yang dimiliki anak. Dokter gigi harus mampu membangun kepercayaan dan kerjasama dari anak. Perawatan yang simpatik dan baik mempertimbangkan tidak hanya perawatan yang dilakukan sekarang tetapi juga mengusahakan masa depan kesehatan gigi dan mulut anak dengan membentuk sikap positif anak terhadap perawatan gigi yang diberikan (Andlaw dan Rock, 1992:3).

Perawatan gigi yang diberikan kepada anak sering memerlukan tindakan yang menimbulkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pada anak. Pengendalian rasa sakit menjadi bagian integral dari kedokteran gigi modern. Pada kedokteran gigi anak, hal ini menjadi bagian penting dalam membentuk perilaku anak dan membantu menciptakan penerimanan yang sifatnya positif dari orang tua terhadap perawatan gigi dan mulut (Nayak dan Sudha, 2006). Pengendalian rasa sakit ini tidak hanya menguntungkan bagi pasien, tetapi juga bagi dokter gigi. Hal ini terjadi karena ketenangan pasien akan memudahkan dokter gigi dalam melakukan perawatan dengan tenang dan nyaman sesuai prosedur yang seharusnya.

Injeksi jarum pada lokal anestesi merupakan hal yang paling sering dilakukan saat ini untuk mengendalikan rasa sakit ketika melakukan perawatan gigi. Sangat ironis bila pengendali rasa sakit melalui injeksi malah menjadi sumber dari ketakutan dan kegelisahan pada pasien anak-anak. Hal ini mendorong dokter gigi anak melakukan penelitian untuk mendapatkan alat atau bahan yang menimbulkan rasa tidak sakit ketika tindakan anestesti lokal dilakukan. Anestesi topikal kemudian muncul dalam percobaan mereka (Nayak dan Sudha, 2006).

Saat ini berbagai macam bahan tersedia untuk anestesi topikal. Lignocaine merupakan standar yang sering digunakan, benzocaine juga terkenal sebagai bahan anestesi permukaan yang baik. EMLA (Eutectic Mixture of Local Anesthetics) diperkenalkan sebagai salah satu anestesi kulit pada tahun 1980an. Penelitian terakhir pada penggunaan EMLA untuk aplikasi mukosa dilakukan oleh Holst dan Evers. Berawal dari penelitian ini kemudian beberapa penelitian dilakukan yang melaporkan penggunaan obat ini di mukosa dengan hasil yang berlawanan (Nayak dan Sudha, 2006:155) .

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anestesi Lokal
2.1.1 Pengertian Anestesi Lokal
Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestesi lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf (Latief dkk, 2002:97).

2.1.2 Struktur Kimia Anestesi Lokal
Anestesi lokal ialah gabungan dari garam larut dalam air (hidrofilik) dan alkaloid larut dalam lemak (lipofilik). Bahan anestesi terdiri dari bagian kepala cincin aromatik tak jenuh bersifat lipofilik, bagian badan sebagai penghubung terdiri dari cincin hidrokarbon dan bagian ekor terdiri dari amino tersier bersifat hidrofilik (Latief dkk, 2002:97).
Bagian lipofilik biasanya terdiri dari cincin aromatic (benzene ring) tak jenuh, misalnya PABA (para-amino-benzoic acid). Bagian ini sangat esensial untuk aktifitas anestesi. Bagian hidrofilik Biasanya golongan amino tersier (dietil-amin) (Latief dkk, 2002:97).

Gambar 1. Struktur kimia anestesi lokal

2.1.3. Penggolongan Anestesi Lokal
Anesteti lokal dibagi menjadi dua golongan
a. Golongan ester (-COOC-)
Kokain, benzokain (amerikain), ametocaine, prokain (nevocaine), tetrakain (pontocaine), kloroprokain (nesacaine).
b. Golongan amida (-NHCO-)
Lidokain (xylocaine, lignocaine), mepivakain (carbocaine), prilokain (citanest).bupivakain (marcaine), etidokain (duranest), dibukain (nupercaine), ropivakain (naropin), levobupivacaine (chirocaine).
(Latief dkk, 2002:98)

Gambar 2. Struktur kimia tiap golongan anestesi lokal

2.1.4 Mekanisme Kerja Anestesi lokal
Anestese lokal bekerja pada reseptor spesifik di saluran natrium (sodium channel). Hal ini mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tidak terjadi konduksi saraf (Latief dkk, 2002:99).
Mekanisme utama aksi anestetik lokal adalah memblokade voltage-gated sodium channels. Membran akson saraf, membran otot jantung, dan badan sel saraf memiliki potensial istirahat -90 hingga -60 mV. Selama eksitasi, lorong sodium terbuka, dan secara cepat berdepolarisasi hingga tercapai potensial equilibrium sodium (+40 mV). Akibat dari depolarisasi,, lorong sodium menutup (inaktif) dan lorong potassium terbuka. Aliran sebelah luar dari repolarisasi potassium mencapai potensial equilibrium potassium (kira-kira -95 mV). Repolarisasi mengembalikan lorong sodium ke fase istirahat.
Gradient ionic transmembran dipelihara oleh pompa sodium tersebut. Akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lambat Iaun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara reversible.
(Sari, 2009).

Gambar 3. Ilustrasi mekanisme kerja anestesi lokal


2.2 Cara Pemberian Anestesi Lokal di Rongga Mulut
2.2.1. Anestesi Topikal
Anestesi topikal merupakan anestesi lokal yang dapat digunakan di permukaan kulit, selaput lendir atau selaput lainnya. Anestesi topikal dapat berupa salep, pasta,krim, gel, dan semprotan ( Boulton dan Blogg, 1994: 117).
2.2.2. Anestesi Infiltrasi
Cara ini juga disebut sebagai injeksi supraperiosteal, karena tempat injeksinya didalam jaringan dimana bahan anestesi dideponir dalam hubungannya dengan periosteum bukal dan labial. Bahan anestesi yang dideponir di atas periosteum setinggi apeks gigi akan mengalir ke dalam periosteum dan tulang melalui proses difusi. Bahan anestesi akan berpenetrasi ke dalam serabut syaraf yang masuk ke apeks gigi sehingga menginervasi alveolus dan membran periodontal. Dalam keadaan normal, akan terbentuk keadaan anestesia pada struktur-struktur tersebut (Purwanto, 1993:7).

Gambar 4. Titik injeksi pada anestesi infiltrasi

2.2.3. Anestesi Blok
Istilah blok berarti anestesi dideponir pada suatu titik diantara otak dan daerah yang dioperasi. Anestesi ini akan menembus batang saraf atau serabut syaraf pada titik tempat bahan anestesi dideponir sehingga memblok sensasi yang datang dari distal. Jenis anestesi ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu, daerah teranestesi yang luas bisa diperoleh hanya dengan sedikit titik suntikan, dan dapat menganestesi tempat-tempat yang merupakan kontraindikasi dari injeksi supraperiosteal (Purwanto, 1993:19).

Gambar 5. Anestesi blok mandibula

Terdapat dua cara dalam melakukan anestesi blok yaitu sebagai berikut ini.
a. Field blok
Field blok dilakukan dengan menyuntikkan bahan anestesi pada sekeliling lapangan operasi, sehingga menghambat semua cabang syaraf proksimal sebelum masuk kedaerah operasi.

b. Nerve blok
Nerve blok dilakukan dengan menyuntikkan bahan anestesi lokal langsung pada syaraf, sehingga menghambat jalannya rangsangan dari daerah operasi yang diinnervasinya.
(Humz, 2009)

2.2.4. Anestesi Intraligamen
Anestesi intraligamen dilakukan dengan injeksi yang diberikan di dalam periodontal ligamen. Injeksi ini menjadi populer setelah adanya syringe khusus untuk tujuan tersebut. Injeksi intraligamen dapat dilakukan dengan jarum dan syringe konvensional, tetapi lebih baik dengan syringe khusus, karena lebih mudah memberikan tekanan yang diperlukan untuk menginjeksikannya ke dalam ligamen periodontal (Andlaw dan Rock, 1990:75).
Jarum yang biasa digunakan adalah jarum dengan ukuran 30 gauge pendek atau sangat pendek, dan syringe dapat dipakai untuk larutan anestesi 1,8 atau 2,2 ml. Untuk mengurangi resiko kerusakan jaringan karena vasokonstriksi, dianjurkan untuk tidak menggunakan larutan yang mengandung adrenalin, karena tekanan pada larutan yang disuntikkan tersebut menghasilkan vasokontriksi dalam ligamen periodontal (Andlaw dan Rock, 1990:75).
Injeksi intraligamen mempunyai beberapa kelebihan dibanding metode konvensional. Injeksi ini biasanya lebih nyaman daripada injeksi blok nervus dental inferior atau injeksi palatal atau infiltrasi bukal pada premaksila . Analgesia diperoleh dengan sangat cepat dan jaringan lunak disekitarnya sedikit terpengaruh. Karena analgesia gigi rahang bawah dapat diperoleh melalui cara ini, ini merupakan salah satu pilihan injeksi yang berguana apabila harus menghindari injeksi blok pada nervus dental inferior ( Andlaw dan Rock, 1990:76).

Gambar 6. Anestesi intraligamen rahang bawah

2.2.5. Injeksi intrapapila
Injeksi intrapapila dapat diberikan untuk menghasilkan analgesia jaringan palatal atau lingual, untuk menghindari suntikan yang lebih terasa sakit yaitu langsung kedalam jaringan palatal atau lingual (Andlaw dan Rock, 1990:77).

2.3 Anestesi Topikal
Anestesi topikal merupakan anestesi lokal yang dapat digunakan di permukaan kulit, selaput lendir atau selaput lainnya. Anestesi topikal dapat berupa salep, pasta,krim, gel, dan semprotan ( Boulton, Blogg, 1994: 117). Terdapat aroma buah-buahan seperti, melon, apel, anggur, jeruk, strawberi, dan lain-lain.

2.3.1. Mekanisme Kerja
Anestesi topikal menghambat hantaran saraf secara reversible, bila digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan konsentrasi cukup. Konduksi impuls syaraf diblokir dengan cara penurunan permeabilitas membran sel syaraf terhadap ion sodium kemungkinan dengan bersaing dengan ikatan kalsium yang mengendalikan permeabilitas sodium. Perubahan pada permeabilitas ini mengakibatkan penurunan depolarisasi dan meningkatkan ambang batas rangsang yang tentunya mencegah terbentuknya potensial aksi (Windle, 2009). Anestesi topikal yang digunakan umumnya berupa gel dengan aneka aroma yang disukai pasien.

2.3.2. EMLA (Eutectic Mixture of Local Anesthetics)
EMLA merupakan bahan anestesi lokal yang merupakan campuran cairan dan mencair pada temperatur yang lebih rendah dari komponen nya sehingga memungkinkan konsentrasi anestesi yang kebih tinggi. Anestesi lokal ini tersdiri dari 25 mg per ml lidokain dan 25 mg per ml prilokain yang diemulsikan dan penambahan air suling hingga mecapai pH 9,4.
EMLA diaplikasikan secara lapisan yang tebal (1-2 g per 10 cm2 ) pada permukaan kulit. dengan permukaan yang tebal. Kedalaman anestesi tergantung waktu kontak dengan EMLA. Anestesi ini sebaiknya tidak digunakan pada telapak tangan dan kaki karena variabel penetrasinya. EMLA disetujui oleh FDA (US Food and Drug Administration) untuk digunakan kulit yang utuh dan nonmukosa. Namun, penelitian terbaru menunjukkan hasil bahwa EMLA juga dapat secara efektif digunakan pada luka di ekstrimitas (Kundu dan Achar, 2002).

Gambar 7. Contoh sedian anestesi topikal EMLA
2.3.3. Benzocaine
Benzocaine tersedia dalam kemasan salep atau cairan. Biasanya mengandung 7,5%-20% bahan anestesi. Benzocaine adalah obat anestesi yang sering digunakan untuk mengurangi rasa sakit akibat penyuntikan. Bahan ini bekerja seperti cara kerja lidokain. Obat ini juga merupakan satu-satunya anestesi topikal yang dijual bebas di toko-toko untuk rasa sakit di mulut. Produk ini sering digunakan untuk mengatasi rasa sakit dan ketidaknyamanan pada sakit gigi, sariawan, braket, saat gigi akan tumbuh dan akibat pemakaian gigi tiruan (Anonim, 2009).

Gambar 8. Contoh sediaan anestesi topikal benzocaine

2.3.4. Lidocaine (lignocaine, xylocaine, lidonest)
Lidocaine biasanya tersedia dalam bentuk salep. Obat ini biasanya digunakan untuk mengurangi rasa sakit saat mendapatkan luka tembak. Lidocaine viskous berbentuk cairan kental. Bahan ini juga dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada kondisi dry soket yang dialami oleh beberapa orang setelah ekstraksi gigi. Lidocaine yang digunakan dimulut, disepakati merupakan obat yang hanya dipakai di praktek dokter gigi. Produk yang dijual bebas di toko-toko yang mengandung lidocaine sebaiknya tidak digunakan di mulut. Produk-produk ini termasuk salep yang digunakan untuk mengobati luka (Anonim, 2009).


Gambar 9. Contoh sediaan anestesi topikal lignocaine

BAB 3. PEMBAHASAN

Pada fase 1 di penelitian yang dilakukan Nayak dan Sudha (2006), penelitian kecepatan mulai kerja EMLA, benzocaine dan lignocaine dilakukan terhadap 30 pasien. Gel (18% benzocaine) menunjukkan kecepatan mulai kerja yang paling tinggi yaitu 75 detik ±15,81. Namun hasil diatas tidak mendukung klaim pabrik yang menyatakan waktu mulai kerja bahan ini adalah 10 detik dimulai saat aplikasi. Hal ini terjadi karena konstanta disosiasi benzocaine yang rendah (pKa=3.4). Obat anestesi topikal yang mempunyai pKa kurang dari pH fisiologis, sebagai dasar lokal anestesi untuk dapat berdifusi melalui membran mukosa menuju akhiran saraf bebas.
Salep Lignocaine 5%, menunjukkan rata-rata waktu mulai kerja 105 detik berbeda dengan melawan 15dtk yang disarankan di literatur. Aplikasi lignocaine oleh Cawson dan Spector direkomdasikan 1-2 menit kontak dengan mukosa karena diketahui bahwa bahan ini mempunyai aktivitas anastesi permukaan yang lemah.
Krim EMLA mempunyai waktu mulai kerja yang paling lambat (138detik±15.49). Mulai kerja yang lambat ini dapat terjadi karena viskositas bahan yang rendah dan konsekuensinya kesulitan pada saat meletakkan bahan pada tempat aplikasi.
Holst dan Evers menyarankan waktu aplikasi 5 menit untuk batas waktu toleransi pada penggunaan klinis krim EMLA. Haasio et al menyarankan 4 menit untuk waktu aplikasi dan menemukan bahwa efek analgesik maksimum mencapai 13-8 menit. Vickers dan Punnia Moorthy menggunakan waktu aplikasi 2 menit dan mendapati pengurangan rasa sakit yang signifikan saat penetrasi jarum. Meechan dan Webery menyarankan bahwa idealnya anastesi topikal di aplikasikan untuk 2 menit.

Pada penelitian Nayak dan Sudha, topikal anestesi diamati minimal 1 menit untuk mencapai permukaan anastesi yang baik. Hal ini sesuai dengan rekomendasi ADA dan FDA.
Mulai kerja anestetika lokal bergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat menembus membran sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat.
2. Alkalinisasi anestetika local membuat mulai kerja cepat
3. Konsentrasi obat anestetika lokal
(Latief dkk, 2002:99).
Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi) akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi. Dari kedua bentuk di atas yaitu B dan BH, bentuk yang berperan dalam menimbulkan efek blok anestesi masih banyak dipertanyakan. Dikatakan baik basa bebas (B) maupun kationnya (BH) ikut berperan dalam proses blok anestesi. Bentuk basa bebas (B) penting untuk penetrasi optimal melalui selubung saraf, dan kation (BH) akan berikatan dengan reseptor pada sel membran. Cara kerja anestetik lokal secara molekular (teori ikatan reseptor spesifik) adalah sebagai berikut: molekul anestetik lokal mencegah konduksi saraf dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik pada celah natrium. 3,8 Seperti diketahui bahwa untuk konduksi impuls saraf diperlukan ion natrium untuk menghasilkan potensial aksi saraf (Humz, 2009).
Data terkait efektifitas anastesi topikal sangat jarang dan hasilnya sering berlawanan satu sama lain. Fase 2 pada penelitian Nayak dan Sudha (2006) ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas EMLA, lignocaine dan benzocaine dalam mengurangi rasa sakit pada injeksi intraoral. 60 subyek yang digunakan dibagi dalam 3 kelompok dengan masing –masing kelompok sebanyak 20 subyek. Pengukuran dalam penelitian ini dilakukan dalam 2 bentuk yaitu menggunakan skala analog visual dan skala motorik suara-mata untuk pengukuran rasa sakit dan memeperkirakan intensitasa subyektif dan obyektif rasa sakit pada anak.
Pada penelitian ini, ditemukan bahwa krim EMLA mempunyai kemampuan mengurangi rasa sakit lebih tinggi dibanding dengan benzocaine dan lignocaine. Holst dan Evers juga melaporkan keunggulan 5% EMLA diatas 5% xylocaine.
Pada penelitian ini, diketahui bahwa krim EMLA mempunyai viskositas yang rendah dan sulit untuk dikendalikan. Lokalisasi obat ini hanya pada tempat injeksi sulit untuk dilakukan. Untuk mengatasi kesulitan ini, Svenson dan Peterson merekomendasikan penggunaan perban, walaupun Tulga dan Muthu melaporkan kesulitan dalam memepatkan perban ini di mukosa.
Disamping kesulitan-kesulitan teknis ini, keunggulan krim EMLA pada penelitian ini mungkin disebabkan oleh tingginya pH yaitu 9,6. Hal ini sesuai dengan pernyataan Setnikar bahwa peningkatan pH akan meningkatkan kemampuan bahan anastesi topikal. Selain itu, kombinasi beberapa obat dalam bahan tunggal dapat meningkatkan effisiensinya.
Lama kerja anestetika local dipengaruhi oleh:
a. Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah protein.
b. Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
c. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.

Lama kerja anestesi lokal secara langsung sebanding dengan karakter ikatan protein. Bahan yang mempunyai ikatan protein yang tinggi (contohnya etidocaine dan bupivacaine) mempunyai lama kerja yang lebih panjang, sementara itu bahan yang mempunyai ikatan protein lebih rendah (contoh lidocaine dan mepivacaine) mempunyai waktu kerja yang lebih pendek. Hubungan antara ikatan protein dari anestesi lokal dan lama kerja adalah konsisten dengan struktur dasar dari memberan sayaraf. Jumlah Protein sekitar 10% dari memberan syaraf. Bahan yang berpenetrasi protein akan cenderung mempunyai waktu kerja yang lebih panjang dalam aktifitasnta (Mathewson dan Primosch, 1995: 163).

BAB 4. KESIMPULAN

1. Benzocaine 18% mempunyai kecepatan mulai kerja tertinggi yaitu 75 detik dan diikuti oleh lignocaine 5% yaitu 105 detik dan krim EMLA yaitu 138 detik
2. Walaupun mulai kerjanya lambat namun krim EMLA membuktikan mempunyai kemampuan yang tertinggi dalam mengurangi rasa sakit dan diikuti oleh benzocaine 18% dan lignocaine 5%

DAFTAR PUSTAKA

Andlaw, R.J. dan Rock, W.P. 1992. Perawatan Gigi Anak edisi 2. Alih Bahasa: Agus Djaya. Jakarta : Widya Medika

Anonim. 2009. Topical Anesthetics in the Dental Office. http://www.simplestepsdental.com. [3 Maret 2010]

Boulton, T.B. dan Blogg, C.E. 1994. Anestesiologi. Alih Bahasa: Jonatan Oswari. ”Anaesthetics for Medical Student”. Jakarta:EGC.

Humz, R.2009. Anestesi Lokal Maksila. http://blogs.myspace.com. [19 Februari 2010]

Kundu, S. Dan Achar, S. 2002. Principles of Office Anesthesia: Part II. Topical Anesthesia. www.aafp.org. [ 3 Maret 2010]

Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, M.R.2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: FKUI

Nayak, R. Dan Sudha, P. 2006. Evaluation of Three Topical Anaesthetic Agents Against Pain: A Clinical Study. Indian J Dent Res 2006;17:155-60.

Purwanto, 1993. Petunjuk Praktis Anestesi Lokal. Jakarta: EGC

Sari, I.Y.P. 2009. Anestetika Lokal. www.scribd.com. [2 Maret 2010]

Windle, M.L. 2009. Anesthesia, Topical. http://emedicine.medscape.com.[ 2maret 2010]

Rabu, 08 Juni 2011

PENGGUNAAN KALSIUM HIDROKSIDA DAN ZINK OKSIDE EUGENOL DALAM PULP CAPPING

Pulp Capping adalah perlindungan pada pulpa yang masih sehat atau sedikit terbuka dengan menggunakan bahan bahan sedatif atau antiseptik yang bertujuan untuk mempertahankan vitalitas dan fungsi pulpa (Grossman dkk, 1968: 94).
1.Kalsium Hidroksida
Kalsium hidroksida adalah suatu bahan yang bersifat basa kuat dengan pH 12-13 (Castagnola dan Orlay, 1956: 33). Bahan ini sering digunakan pada direct pulp capping. Jika diletakkan kontak dengan jaringan pulpa, bahan ini dapat mempertahankan vitalitas pulpa tanpa menimbulkan reaksi radang, dan dapat menstimulasi terbentuknya batas jaringan termineralisasi atau jembatan terkalsifikasi pada atap pulpa (pulpa yang terbuka) (Sikri dan Dua, 1985; de Queiroz dkk, 2005). Sifat bahan yang alkali inilah yang banyak memberikan pengaruh pada jaringan. Bentuk terlarut dari bahan ini akan terpecah menjadi ion-ion kalsium dan hidroksil (Castagnola dan Orlay, 1956: 33).
Sifat basa kuat dari kalsium hidroksida dan pelepasan ion kalsium akan membuat jaringan yang berkontak menjadi alkalis. Keadaan basa akan menyebabkan resorpsi atau aktifitas osteoklas akan terhenti karena asam yang dihasilkan dari osteoklas akan dinetralkan oleh kalsium hidroksida dan kemudian terbentuklah komplek kalsium fosfat. Ion kalsium Selain itu osteoblas menjadi aktif dan mendeposisi jaringan terkalsifikasi, maka batas dentin akan dibentuk di atas pulpa (Castagnola dan Orlay, 1956: 3; Kavitha,2005:10-11).

Ion hidroksil diketahui dapat memberikan efek antimikroba. Ion hidroksil akan memberikan efek antimikroba dengan cara merusak lipopolisakarida dinding sel bakteri dan menyebabkan bakteri menjadi lisis. Sifat basa dari kalsium hidroksida akan menetralisir daerah lesi, baik dari bakteri maupun produknya (Castagnola dan Orlay, 1956: 34; Kavitha,2005:8).


2. Zink Okside Eugenol

Zink Okside Eugenol sering digunakan dalam indirect pulp capping dan mempunyai kemampuan pembentukan odontoblas (Sikri dan Dua, 1985; Kavitha,2005:8). Eugenol, secara biologis merupakan bagian yang paling aktif dari bahan ini dan merupakan derivat fenol yang menunjukkan toksisitas pada jaringan serta memiliki sifat anti bakteri. Sifat antibakteri ini memungkinkan nya menekan pertumbuhan bakteri, sehingga mengurangai pembentukan bahan / metabolit toksik yang mungkin dapat menimbulkan inflamasi pulpa. Manfaat eugenol dalam mengendalikan rasa nyeri disebabkan oleh kemampuannya memblokir transmisi impuls syaraf. Selain itu eugenol menunjukkan penutupan biologis yang baik Penelitian menunjukkan terjadinya reaksi inflamasi kronis setelah aplikasi zinc okside eugenol dan akan diikuti oleh pembentukan lapisan odontoblastic yang baru dan terbentuklah dentin sekunder (Walton dan Torabinejad, 1998:478; Kavitha,2005:8).

DAFTAR PUSTAKA

Castagnola, L dan Orlay, H.G. 1956. A System of Endodontia. London : Pitman Medical Publishing
de Queiroz, A.M., Assed,S., Leonardo, M.R., Filho, P.N., da Silva, L.A.B. 2005. MTA and Calcium Hydroxide for Pulp Capping. J. Appl. Oral Sci. vol.13 no.2 Bauru Apr/June 2005. http://www.w3.org [ 1 Oktober 2009]
Grossman, L.I., Oliet, S., Del Rio, C.E. 1968. Endodontic Practice. 11th ed. Philadelphia : Lea and Fibiger
Kavitha, R. 2005. Clinical Radiography Evaluation of Pulpectomis using Zinc Oxide Eugenol with Iodoform, Calcium Hydroxide with Iodoform, Zink Oxide Eugenol and Calcium Hydroxide with Iodoform (a dissertation). Madras : Taminadu DR. M.G. K. Medical university.
Sikri V dan Dua, S.S. 1985. Intermediary Restorations. Federation of Operative Dentists of India, 1985, page 5. [1 Oktober 2009]
Walton, R.E. dan Torabinejad, M. 1998. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodontik, ed 2. Alih Bahasa : N. Sumawinata, W. Shidarta, dan B. Nursasongko. Judul Asli : Principles and Practice of Endodontics 2nd ed. Jakarta : EGC