Ceritanya
habis baca buku Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry , lebih
khususnya diagram diatas, malam ini, jadi mikir dan mengevaluasi factor factor
yang Alhamdulillah membuat gigi saya bisa untuh tanpa lubah sampai sekarang.
So, sampai sekarang, saya belum pernah jadi pasien tambal gigi. Terus terang,
tidak tau rasanya di bur ataupun ditambal gigi. Klau rasanya di suntik bius, pencabutan
pencegahan dan operasi odontektomi mah udah lebih dari sekali.
Alhamdulillah,
untuk kesehatan gigi mulut, saya harus banyak berterimakasih dengan ibu saya
(dalam kasus saya Bapak tidak banyak berperan) yang menanamkan pola makan dan
disiplin yang kuat di masa kecil saya. Terutama sampai SD yang akhirnya saya
bawa sampai sekarang ini.
Pembentukan
kebiasaan dari kecil yang berpengaruh pada utuhnya gigi saya sampai sekarang
yang pertama adalah ‘no jajan’. Ibu adalah orang yang cukup disiplin dalam hal
ini dan pengorbanan nya untuk itu juga sangat besar. Ketika SD, tidak ada uang
jajan selain hari olahraga atau jika ada kunjungan ke sekolah lain. Mungkin
karena sekolah SD saya cukup dekat 200-300m dari rumah, jadinya kata ibu, ‘klau
lapar ya pulang’.
Namun,
sebelum berangkat sekolah kami harus sarapan, dan sarapan nya pun sarapan besar,
lengkap dengan nasi, sayur dan lauk. Untuk menyiapkan sarapan itu, tidak ada
kamus ‘tidur setelah shubuh’ di hidup ibu saya. Karena setelah sholat shubuh, beliau
akan memasak, memastikan anak2 nya menghabiskan sarapan dan siap berangkat ke
sekolah. Setelah pulang dari sekolah di
siang hari, kami akan makan siang dengan kenyang dilanjutkan ke madrasah sampai
sore, dan itu juga tanpa uang jajan.
Kebiasaan
ini lah yang jika diruntut membuat saya tidak terekspose dengan banyak gula
diluar jam makan. Yang berati karbo atau gula di makanan yang menempel di gigi
tidak terus terusan ada di gigi saya. Yang akibatnya, bakteri pun tidak terus
terusan mengolah makanan dan membuat gigi saya asam dan berlanjut ke keropos.
Karena tidak dibiasakan snacking (ngemil) dengan jajan diluar jam makan, jadi
nya saya tidak terbiasa dengan jajanan anak yang cenderung manis termasuk dalam
hal ini permen atau cookies. Dan memang sampai sekarang, saya jarang sekali
makan permen, sy mengagumi bentuknya yang lucu, tapi tidak tertarik sama sekali
untuk memakannya.
Ibu seingat
saya juga jarang memberikan hadiah atau menenangkan nangis anak anaknya dengan
permen atau jajan (untuk yang ini seingat saya). Hadiah jika saya melakukan hal
positif adalah buku atau jalan jalan (dan ini pun kebawa sampai sekarang). Kebiasaan
tidak memberi uang jajan dengan leluasi ni juga yang ternyata setelah saya
runtut melindungi saya dari banyak penyakit akibat jajanan yang tidak sehat
diluar sana. Kebiasaan ini juga yang setelah sy evaluasi mungkin yang membuat
berat badan saya stabil dari SMA sampai sekarang.
Hebatnya
dari didikan ibu waktu itu adalah, menjadikan hari minggu sebagai waktu jajan.
JIka anda pernah meliat salah satu cara diet adalah adanya satu hari dalam 1
minggu, yg disebut ‘cheating day’. Istilah dimana dalam 1 hari itu pelaku diet
boleh makan apa aja yang diiginkan, dan kembali ke pola makan sehat di hari
berikutnya. Ternyata ibu saya pun melakukan itu ketika saya kecil. Setiap hari
minggu, kami ikut ibu ke pasar dan toko dan boleh jajan apa aja yang kami mau
dengan pengawasan Ibu tentunya. Baru saya sadari, jika hal ini adalah cara
bagaimana ibu mencoba untuk sepenuhnya mengawasi dan memastikan pola diet anak
anak nya. Di sekolah, ibu tidak bisa
melihat langsung makanan apa yang saya makan, berbeda dengan hari Minggu yang
beli jajan nya dengan ibu. Dia bisa memastikan jenis makanan yang dimakan anak
anak nya. Beliau pun juga sering berkata, ‘Kamu pengen jajan apa di sekolah?, Nanti
ibu buatkan. Kamu ntar bisa makan sepuasnya, tapi tidak boleh jajan di sekolah’.
Dan suatu hari saya cerita ada tukang ‘pentol/cilok’ di sekolah, besoknya ibu
buatkan pentol/cilok sebaskom. Yang pasti makanan buatan sendiri lebih sehat,
karena ibu sendiri yang mengkontrol komposisinya. Dan banyak jajanan lain yang juga
dibuat ibu sendiri dirumah.
Kebiasaaan
ibu memberikan sayur dalam setiap menu makanan keluarga memjadikan saya fans
sayur, terutama bayam. Kalau saya bingung sayur ketika makan, bukan karena saya
sadar sayur bagus untuk kesehatan, tapi karena ibu membiasakan makan sayur dari
kecil dan sekarang jadi aneh jika makan tanpa sayur. Ibu lah yang mengatur menu, memasak dan
menyiapkan makanan dirumah. Pada dasarnya, kebiasaan dan pola diet saya banyak
diperankan oleh bagaimana ibu yang mengajarkan pola tersebut dari kecil. Saya
bersyukur, mungkin karena ibu juga berprofesi sebagai guru, yang sedikit banyak
punya pengetahuan tentang hal tersebut. Namun, Alhamdulillah, apapun teorinya,
ibu adalah orang yang dengan semua energy dan pengorbanannya bisa mempraktekkan
teori tersebut ke anak anak nya.
(Tears are falling and I think I need to stop
now….Ibu, kau adalah perempuan cerdas dan hebat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar