Kamis, 02 Juli 2015

'Tidak tau rasanya tambal gigi" : Ibu' yang Paling Berperan


Ceritanya habis baca buku Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry , lebih khususnya diagram diatas, malam ini, jadi mikir dan mengevaluasi factor factor yang Alhamdulillah membuat gigi saya bisa untuh tanpa lubah sampai sekarang. So, sampai sekarang, saya belum pernah jadi pasien tambal gigi. Terus terang, tidak tau rasanya di bur ataupun ditambal gigi. Klau rasanya di suntik bius, pencabutan pencegahan dan operasi odontektomi mah udah lebih dari sekali.
Alhamdulillah, untuk kesehatan gigi mulut, saya harus banyak berterimakasih dengan ibu saya (dalam kasus saya Bapak tidak banyak berperan) yang menanamkan pola makan dan disiplin yang kuat di masa kecil saya. Terutama sampai SD yang akhirnya saya bawa sampai sekarang ini.  
Pembentukan kebiasaan dari kecil yang berpengaruh pada utuhnya gigi saya sampai sekarang yang pertama adalah ‘no jajan’. Ibu adalah orang yang cukup disiplin dalam hal ini dan pengorbanan nya untuk itu juga sangat besar. Ketika SD, tidak ada uang jajan selain hari olahraga atau jika ada kunjungan ke sekolah lain. Mungkin karena sekolah SD saya cukup dekat 200-300m dari rumah, jadinya kata ibu, ‘klau lapar ya pulang’.
Namun, sebelum berangkat sekolah kami harus sarapan, dan sarapan nya pun sarapan besar, lengkap dengan nasi, sayur dan lauk. Untuk menyiapkan sarapan itu, tidak ada kamus ‘tidur setelah shubuh’ di hidup ibu saya. Karena setelah sholat shubuh, beliau akan memasak, memastikan anak2 nya menghabiskan sarapan dan siap berangkat ke sekolah.  Setelah pulang dari sekolah di siang hari, kami akan makan siang dengan kenyang dilanjutkan ke madrasah sampai sore, dan itu juga tanpa uang jajan. 
Kebiasaan ini lah yang jika diruntut membuat saya tidak terekspose dengan banyak gula diluar jam makan. Yang berati karbo atau gula di makanan yang menempel di gigi tidak terus terusan ada di gigi saya. Yang akibatnya, bakteri pun tidak terus terusan mengolah makanan dan membuat gigi saya asam dan berlanjut ke keropos. Karena tidak dibiasakan snacking (ngemil) dengan jajan diluar jam makan, jadi nya saya tidak terbiasa dengan jajanan anak yang cenderung manis termasuk dalam hal ini permen atau cookies. Dan memang sampai sekarang, saya jarang sekali makan permen, sy mengagumi bentuknya yang lucu, tapi tidak tertarik sama sekali untuk memakannya.
Ibu seingat saya juga jarang memberikan hadiah atau menenangkan nangis anak anaknya dengan permen atau jajan (untuk yang ini seingat saya). Hadiah jika saya melakukan hal positif adalah buku atau jalan jalan (dan ini pun kebawa sampai sekarang). Kebiasaan tidak memberi uang jajan dengan leluasi ni juga yang ternyata setelah saya runtut melindungi saya dari banyak penyakit akibat jajanan yang tidak sehat diluar sana. Kebiasaan ini juga yang setelah sy evaluasi mungkin yang membuat berat badan saya stabil dari SMA sampai sekarang.
Hebatnya dari didikan ibu waktu itu adalah, menjadikan hari minggu sebagai waktu jajan. JIka anda pernah meliat salah satu cara diet adalah adanya satu hari dalam 1 minggu, yg disebut ‘cheating day’. Istilah dimana dalam 1 hari itu pelaku diet boleh makan apa aja yang diiginkan, dan kembali ke pola makan sehat di hari berikutnya. Ternyata ibu saya pun melakukan itu ketika saya kecil. Setiap hari minggu, kami ikut ibu ke pasar dan toko dan boleh jajan apa aja yang kami mau dengan pengawasan Ibu tentunya. Baru saya sadari, jika hal ini adalah cara bagaimana ibu mencoba untuk sepenuhnya mengawasi dan memastikan pola diet anak anak nya.  Di sekolah, ibu tidak bisa melihat langsung makanan apa yang saya makan, berbeda dengan hari Minggu yang beli jajan nya dengan ibu. Dia bisa memastikan jenis makanan yang dimakan anak anak nya. Beliau pun juga sering berkata, ‘Kamu pengen jajan apa di sekolah?, Nanti ibu buatkan. Kamu ntar bisa makan sepuasnya, tapi tidak boleh jajan di sekolah’. Dan suatu hari saya cerita ada tukang ‘pentol/cilok’ di sekolah, besoknya ibu buatkan pentol/cilok sebaskom. Yang pasti makanan buatan sendiri lebih sehat, karena ibu sendiri yang mengkontrol komposisinya. Dan banyak jajanan lain yang juga dibuat ibu sendiri dirumah.
Kebiasaaan ibu memberikan sayur dalam setiap menu makanan keluarga memjadikan saya fans sayur, terutama bayam. Kalau saya bingung sayur ketika makan, bukan karena saya sadar sayur bagus untuk kesehatan, tapi karena ibu membiasakan makan sayur dari kecil dan sekarang jadi aneh jika makan tanpa sayur.  Ibu lah yang mengatur menu, memasak dan menyiapkan makanan dirumah. Pada dasarnya, kebiasaan dan pola diet saya banyak diperankan oleh bagaimana ibu yang mengajarkan pola tersebut dari kecil. Saya bersyukur, mungkin karena ibu juga berprofesi sebagai guru, yang sedikit banyak punya pengetahuan tentang hal tersebut. Namun, Alhamdulillah, apapun teorinya, ibu adalah orang yang dengan semua energy dan pengorbanannya bisa mempraktekkan teori tersebut ke anak anak nya. 
(Tears are falling and I think I need to stop now….Ibu, kau adalah perempuan cerdas dan hebat).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar